Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air. Beton bertulang adalah beton yang mengandung batang tulangan dan direncanakan berdasarkan anggapan bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya, (Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971 atau PBI’71).
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka material penyusun beton bertulang dibedakan atas: agregat (halus dan kasar, atau campuran), semen, air, dan batang (baja) tulangan. Untuk memperbaiki sifat-sifat dan mutu adukan bahan semen, agregat dan air maka adukan itu dapat ditambahkan dengan bahan pembantu. Sifat-sifat dan karakteristik material-material tersebut dijelaskan berikut ini.
a. Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam atau pasir buatan. Pasir alam merupakan pasir hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan. Pasir buatan adalah pasir hasil yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu. Syarat-syarat agregat halus sebagai material penyusun beton menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971, sebagai berikut:
1) Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras, serta bersifat kekal (tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca);
2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% berat kering. Yang dimaksud lumpur adalah bagian-bagian yang lolos ayakan 0,063 mm.
3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak, yang dapat mengurangi kekuatan beton sampai 95%.
4) Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dengan syarat-syarat:
- sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2% berat;
- sisa di atas ayakan 1 mm harus minimum 10% berat;
- sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 95% berat.
5) Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk beton.
b. Agregat Kasar
Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam atau berupa batu pecah (split, cipping). Pada umumnya, yang dimaksud agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Syarat-syarat agregat kasar sebagai material penyusun beton menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971, sebagai berikut:
1) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori, serta bersifat kekal (tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca);
2) Agregat kasar tidak boleh mengandung butir-butir yang pipih lebih dari 20% dari berat seluruhnya.
3) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat kering. Yang dimaksud lumpur adalah bagian-bagian yang lolos ayakan 0,063 mm.
4) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.
5) Kekerasan agregat kasar jika diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff pada beban 20 ton tidak terjadi pembubukan sampai fraksi:
- 9,5 – 19 mm lebih dari 24% berat, dan
- 19 – 30 mm lebih dari 22% berat.
Atau jika diperiksa dengan mesin Pengaus Los Angelos, tidak terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
6) Agregat kasar harus terdiri butir-butir yang beraneka ragam besarnya, dengan syarat:
- sisa di atas ayakan 31,5 mm harus 0% berat;
- sisa di atas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat; dan
- selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan maksimum 60% dan minimum 10% berat.
7) Besar butir agregat terbesar tidak boleh lebih dari:
- seperlima dari jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan;
- sepertiga dari tebal pelat; atau
- tigaperempat dari jarak bersih terkecil di antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.
c. Semen
Semen berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan agregat dalam pembuatan beton. Sifat utamanya adalah mengikat dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik. Hidrolik berarti bahwa semen bereaksi dengan air dan membentuk suatu batuan yang keras (batuan-semen) dan kedap air.
Menurut Ariestadi Dian, 2008, semen dan air saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan hidratasi sedangkan hasil yang terbentuk disebut hidrasi-semen. Proses reaksi berlangsung sangat cepat. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh:
- kehalusan semen
- faktor air-semen
- temperatur.
Kehalusan penggilingan semen mempengaruhi kecepatan pengikatan. Kehalusan rata-rata butiran semen sekitar 0,05 mm. Semakin halus butiran, semen semakin tinggi kecepatan bereaksinya, dan semakin cepat pengikatannya. Karena itu kekuatan-awal dari semen yang lebih halus akan lebih tinggi, tetapi kekuatan-akhirnya akan berkurang.
Ketika semen dan air bereaksi, timbul panas yang dinamakan panas-hidratasi. Perkembangan panas ini dapat menyebabkan terjadinya retakan yang terjadi ketika pendinginan. Terutama pada struktur beton mutu tinggi pembentukan panas ini sangat besar.
Aspek lain yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan panas hidratasi adalah faktor air-semen. Semen dapat mengikat dengan adanya air sekitar 40% dari beratnya, dengan kata lain air sebanyak 0,40 kali berat semen telah cukup untuk membentuk seluruh semen berhidrasi. Air yang berlebihan dapat menimbulkan pori-pori halus dalam beton yang disebut pori-pori kapiler, sehingga kekuatan serta masa pakai beton menjadi berkurang.
d. Air
Air diperlukan untuk pembuatan adukan dan perawatan beton. Air yang akan digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni tidak boleh mengandung bahan-bahan yang merusak beton/baja. Air tawar yang memenuhi syarat air minum, tanpa diragukan boleh digunakan untuk pembuatan adukan dan perawatan beton.
Air untuk pembuatan adukan beton harus diamati terlebih dahulu sebelum digunakan. Air yang tidak jernih (keruh) atau mengandung kotoran tidak boleh dipakai. Di samping itu, air yang mengandung bahan-bahan perusak, seperti: fosfat, minyak, asam, alkali, bahan-bahan organis atau garam-garam, juga tidak boleh dipakai. Penelitian kandungan bahan perusak dalam air dilakukan di laboratorium kimia.
Selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar